Senin, 28 Oktober 2013

IKHLAS BERKORBAN DEMI TPA

Oleh : Main Sufanti
Pengasuh TPA AL-Hidayah Karang Tengah Ngadirejo Kartasura
Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

            Allah berfirman dalam Q.S  At-Tahriim:6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka….” .  Begitu pula, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw. Bersabda: “Jika manusia telah meninggal dunia maka putuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya”.  Ayat dan hadits tersebut memberikan penjelasan kepada kita bahwa mempunyai anak yang shalih dan shalihah adalah dambaan sekaligus tanggung jawab bagi setiap orang tua.  Keberhasilan seseorang dalam mendidik anak sehingga menjadi anak yang sholih dan sholikhah  merupakan keberhasilan seseorang dalam memelihara keluarganya dari api neraka. Selain itu, anak yang sholih dan sholikhah merupakan  salah satu amal yang kebaikannya tidak terputus, walaupun seseorang telah meninggal.
Pendidikan menjadi salah satu media yang dipercaya bisa menempa perkembangan anak, baik kecerdasan otak maupun kecerdasan spiritual, sehingga menjadi anak yang sholih dan sholikhah. Pendidikan ini merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah. Oleh karena itu, kita mengenal pendidikan formal, nonformal, dan informal.
 Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) merupakan salah satu lembaga pendidikan nonformal yang perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak. Lembaga ini tidak sekadar mendidik anak bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, tetapi juga mengembangkan pendidikan agar anak dapat menjalani hidup secara islami.  Jika anak dapat menerapkan kehidupan sehari-hari secara islami, itulah anak yang sholih dan sholikhah.

Belajar Al Quran di TPA memang memerlukan waktu yang relatif  panjang.  Muhammad Ja’far (2006) telah meneliti profil TPA  Ar Raudhah di Palu yang salah satu hasil penelitiannya adalah bahwa santri bisa menamatkan enam jilid buku Iqra’ dengan belajar satu jam se­tiap hari, untuk  tingkat TK  antara 4-10 bulan, untuk tingkat  SD  antara 3-6 bulan, dan untuk tingkat SMP  antara 1-2 bulan, dengan ketentuan setiap guru hanya mengajar tiga sampai enam san­tri.  Kondisi ini ditemukan di  TPA yang menyelenggarakan pembelajaran setiap hari dengan jumlah rasio ustadz dan anak 1: 3-6. Padahal,  mayoritas TPA tidak bisa menyelenggarakan pembelajaran setiap hari.   Di samping itu, TPA sering mengalami kesulitan smenyediakan ustadz yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Banyak orang pintar membaca Al Quran, namun tidak banyak mereka yang ikhlas menjadi ustadz di TPA. Kondisi ini, membuat TPA-TPA kekurangan ustadz yang berakibat pada banyaknya santri yang dihadapi satu ustadz dalam setiap pembelajarannya.  Hal ini mestinya akan semakin memperlama  waktu tempuh untuk menyelesaikan  iqra’.
Kendala utama di sebagian besar TPA adalah  banyak anak putus belajar sebelum anak-anak mampu menyelesaikan  Iqra’. Sebagai contoh di TPA Al-Hidayah, Karang Tengah, Kartasura,  sejak berdiri tahun 2006  telah tercatat 339  santri yang pernah merasakan belajar di TPA ini. Namun, tingkat kelulusan mereka sangat rendah. Dari jumlah itu, siswa yang sampai berhasil lulus Iqra’  hanya berjumlah 24 santri (7 %), dan yang lulus Al Qu’ran  (khatam) sebanyak 6 santri  ( 1,8%). Mereka banyak yang tidak lagi datang di TPA. Beberapa bulan ini, santri yang aktif sebanyak 63 santri.  Ini menunjukkan bahwa angka putus belajar sangat tinggi.
Data-data itu menunjukkan bahwa TPA memang perlu dikelola dengan baik, sabar, dan istiqomah.  Pengelolaan meliputi: penataan kurikulum yang fleksibel, pembelajaran yang menyenangkan, pembeayaan yang memadai, adminstrasi yang tertib, peningkatan SDM secara terus menerus, pemberian motivasi belajar, penyelenggaraan pembelajaran yang bervariasi dan sebagainya.  Baik santri, orang tua, ustadz, maupun masyarakat harus sabar dalam menunggu hasil pembelajaran ini, karena memang memerlukan waktu yang lama. Begitu  pula, semua yang terlibat harus istiqomah , sehingga TPA tetap terselenggara,  terus menerus dilaksanakan, walaupun hasilnya sedikit. Namun harus yakin, bahwa ada proses pasti ada hasil, seperti pepatah “sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”.
Ikhlas berkorban adalah sifat yang harus dimiliki oleh semua anak, pengelola, orang tua, dan  masyarakat.  Anak-anak peserta TPA  harus ikhlas mengorbankan sedikit waktunya untuk belajar Al-Quran secara rutin. Minimal dua kali dalam seminggu, setiap hari 1 sampai 2 jam untuk belajar Al-Quran. Mereka juga harus sabar mengendalikan diri untuk putus belajar, karena permainan atau kegiatan di luar TPA cukup menggiurkan. Berbagai tayangan TV, permainan, maupun bermain dengan teman sepermainan lebih menarik daripada TPA.  Pengelola juga  harus ikhlas meluangkan waktu, ilmu, dan pikirannya untuk TPA. Orang tua juga harus ikhlas memotivasi anak untuk datang setiap pembelajaran TPA dan menyediakan fasilitasnya. Masyarakat juga harus ikhlas mengorbankan waktu, pemikiran, dan hartanya untuk kepentingan TPA.
Ikhlas berkoran demi terselenggaranya TPA secara terus menerus  merupakan amar ma’ruf nahi munkar. Allah telah berfirman dalam Q.S Ali Imran:104 yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung”.  Ayat ini dengan jelas memerintahkan kepada kita semua untuk selalu berbuat baik, mengajak-ajak berbuat kebaikan, dan mencegah terjadinya kemunkaran. TPA  diselenggarakan dengan cita-cita: agar anak-anak mampu membaca Al Quran dengan baik, memahami ajaran Islam dengan baik, sehingga memahami apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang oleh Allah.  Jika di usia anak-anak  sudah dibekali dengan kemampuan ini, ada harapan bahwa besok ketika dewasa akan menjadi generasi-generasi tangguh yang islami, yang selalu berbuat baik, selalu mengajak berbuat baik, dan selalu berusaha mencegah terjadinya kemungkaran di masyarakat.
Keberlangsungan TPA juga sangat ditentukan oleh manajeman dana.  Buku Iqra’, buku tulis, buku bacaan sholat, buku doa-doa, ruangan, papan tulis, rak lemari, snek santri, seragam, honor ustadz, dan mungkin masih ada lagi adalah sarana yang mutlak dipenuhi dalam penyelenggaraan TPA. Walaupun semua telah menjalankan dengan ikhlas, namun ketersediaan dana semakin memperkuat suatu lembaga TPA. Oleh karena itu, orang tua atau masyarakat juga harus rela berkorban menyumbangkan sebagian hartanya untuk kekuatan TPA.  
Semua pengorbanan tersebut sebaiknya tanpa pamrih, kecuali untuk menegakkan ajaran Islam. Allah telah berfirman dalam Q.S Al Baqarah:261 yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas (kurnianya) lagi maha mengetahui”.  Ayat ini adalah janji Allah dan Allah tidak akan mengingkari janjinya.

Bacaan
Depag RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Depag RI Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Quran.
Muhammad Ja’far. 1995. Profil TPA Ar Raudhah Kelurahan Tanah Modindi kecamatan palu Timur Kotamadya Palu.  http://balitbangdiklat.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 17 September 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jazakumullah khoiran