Oleh : Main Sufanti
Pengasuh TPA AL-Hidayah Karang
Tengah Ngadirejo Kartasura
Dosen Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Allah berfirman dalam Q.S At-Tahriim:6 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah
dirimu dan keluargamu dari api neraka….” .
Begitu pula, hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw. Bersabda:
“Jika manusia telah meninggal dunia maka
putuslah amalnya kecuali tiga hal, yakni shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, dan anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya”. Ayat dan hadits tersebut memberikan
penjelasan kepada kita bahwa mempunyai anak yang shalih dan shalihah
adalah dambaan sekaligus tanggung jawab bagi setiap orang tua. Keberhasilan seseorang dalam mendidik anak
sehingga menjadi anak yang sholih dan
sholikhah merupakan keberhasilan seseorang dalam
memelihara keluarganya dari api neraka. Selain itu, anak yang sholih dan sholikhah
merupakan salah satu amal yang
kebaikannya tidak terputus, walaupun seseorang telah meninggal.
Pendidikan menjadi salah
satu media yang dipercaya bisa menempa perkembangan anak, baik kecerdasan otak
maupun kecerdasan spiritual, sehingga menjadi anak yang sholih dan sholikhah. Pendidikan
ini merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan
pemerintah. Oleh karena itu, kita mengenal pendidikan formal, nonformal, dan
informal.
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) merupakan
salah satu lembaga pendidikan nonformal yang perlu mendapat perhatian dari
berbagai pihak. Lembaga ini tidak sekadar mendidik anak bisa membaca Al-Qur’an
dengan baik dan benar, tetapi juga mengembangkan pendidikan agar anak dapat
menjalani hidup secara islami. Jika anak
dapat menerapkan kehidupan sehari-hari secara islami, itulah anak yang sholih dan sholikhah.
Belajar Al Quran di TPA
memang memerlukan waktu yang relatif
panjang. Muhammad Ja’far (2006)
telah meneliti profil TPA Ar Raudhah di
Palu yang salah satu hasil penelitiannya adalah bahwa santri bisa menamatkan
enam jilid buku Iqra’ dengan belajar satu jam setiap hari, untuk tingkat TK
antara 4-10 bulan, untuk tingkat SD
antara 3-6 bulan, dan untuk tingkat SMP
antara 1-2 bulan, dengan ketentuan setiap guru hanya mengajar tiga
sampai enam santri. Kondisi ini
ditemukan di TPA yang menyelenggarakan
pembelajaran setiap hari dengan jumlah rasio ustadz dan anak 1: 3-6. Padahal, mayoritas TPA tidak bisa menyelenggarakan
pembelajaran setiap hari. Di samping itu, TPA sering mengalami kesulitan
smenyediakan ustadz yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Banyak orang pintar membaca Al Quran, namun tidak banyak mereka yang ikhlas
menjadi ustadz di TPA. Kondisi ini, membuat TPA-TPA kekurangan ustadz yang
berakibat pada banyaknya santri yang dihadapi satu ustadz dalam setiap
pembelajarannya. Hal ini mestinya akan
semakin memperlama waktu tempuh untuk
menyelesaikan iqra’.
Kendala utama di sebagian
besar TPA adalah banyak anak putus
belajar sebelum anak-anak mampu menyelesaikan Iqra’. Sebagai contoh di TPA Al-Hidayah,
Karang Tengah, Kartasura, sejak berdiri
tahun 2006 telah tercatat 339 santri yang pernah merasakan belajar di TPA
ini. Namun, tingkat kelulusan mereka sangat rendah. Dari jumlah itu, siswa yang
sampai berhasil lulus Iqra’ hanya berjumlah 24 santri (7 %), dan yang
lulus Al Qu’ran (khatam) sebanyak 6
santri ( 1,8%). Mereka banyak yang tidak
lagi datang di TPA. Beberapa bulan ini, santri yang aktif sebanyak 63 santri. Ini menunjukkan bahwa angka putus belajar
sangat tinggi.
Data-data itu menunjukkan
bahwa TPA memang perlu dikelola dengan baik, sabar, dan istiqomah. Pengelolaan meliputi: penataan kurikulum yang
fleksibel, pembelajaran yang menyenangkan, pembeayaan yang memadai, adminstrasi
yang tertib, peningkatan SDM secara terus menerus, pemberian motivasi belajar,
penyelenggaraan pembelajaran yang bervariasi dan sebagainya. Baik santri, orang tua, ustadz, maupun
masyarakat harus sabar dalam menunggu hasil pembelajaran ini, karena memang
memerlukan waktu yang lama. Begitu pula,
semua yang terlibat harus istiqomah , sehingga TPA tetap terselenggara, terus menerus dilaksanakan, walaupun hasilnya
sedikit. Namun harus yakin, bahwa ada proses pasti ada hasil, seperti pepatah
“sedikit-sedikit lama-lama menjadi bukit”.
Ikhlas berkorban adalah
sifat yang harus dimiliki oleh semua anak, pengelola, orang tua, dan masyarakat.
Anak-anak peserta TPA harus
ikhlas mengorbankan sedikit waktunya untuk belajar Al-Quran secara rutin.
Minimal dua kali dalam seminggu, setiap hari 1 sampai 2 jam untuk belajar
Al-Quran. Mereka juga harus sabar mengendalikan diri untuk putus belajar,
karena permainan atau kegiatan di luar TPA cukup menggiurkan. Berbagai tayangan
TV, permainan, maupun bermain dengan teman sepermainan lebih menarik daripada
TPA. Pengelola juga harus ikhlas meluangkan waktu, ilmu, dan pikirannya
untuk TPA. Orang tua juga harus ikhlas memotivasi anak untuk datang setiap
pembelajaran TPA dan menyediakan fasilitasnya. Masyarakat juga harus ikhlas
mengorbankan waktu, pemikiran, dan hartanya untuk kepentingan TPA.
Ikhlas berkoran demi terselenggaranya
TPA secara terus menerus merupakan amar ma’ruf nahi munkar. Allah telah
berfirman dalam Q.S Ali Imran:104 yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah
orang-orang yang beruntung”. Ayat
ini dengan jelas memerintahkan kepada kita semua untuk selalu berbuat baik,
mengajak-ajak berbuat kebaikan, dan mencegah terjadinya kemunkaran. TPA diselenggarakan dengan cita-cita: agar anak-anak
mampu membaca Al Quran dengan baik, memahami ajaran Islam dengan baik, sehingga
memahami apa yang diperintahkan Allah dan apa yang dilarang oleh Allah. Jika di usia anak-anak sudah dibekali dengan kemampuan ini, ada
harapan bahwa besok ketika dewasa akan menjadi generasi-generasi tangguh yang
islami, yang selalu berbuat baik, selalu mengajak berbuat baik, dan selalu
berusaha mencegah terjadinya kemungkaran di masyarakat.
Keberlangsungan TPA juga
sangat ditentukan oleh manajeman dana. Buku Iqra’, buku tulis, buku bacaan sholat,
buku doa-doa, ruangan, papan tulis, rak lemari, snek santri, seragam, honor
ustadz, dan mungkin masih ada lagi adalah sarana yang mutlak dipenuhi dalam
penyelenggaraan TPA. Walaupun semua telah menjalankan dengan ikhlas, namun
ketersediaan dana semakin memperkuat suatu lembaga TPA. Oleh karena itu, orang
tua atau masyarakat juga harus rela berkorban menyumbangkan sebagian hartanya
untuk kekuatan TPA.
Semua pengorbanan tersebut
sebaiknya tanpa pamrih, kecuali untuk menegakkan ajaran Islam. Allah telah
berfirman dalam Q.S Al Baqarah:261 yang artinya: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah maha luas
(kurnianya) lagi maha mengetahui”. Ayat ini adalah janji Allah dan Allah tidak
akan mengingkari janjinya.
Bacaan
Depag RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta:
Depag RI Proyek Pengadaan Kitab Suci Al Quran.
Muhammad Ja’far. 1995. Profil TPA Ar Raudhah
Kelurahan Tanah Modindi kecamatan palu Timur Kotamadya Palu. http://balitbangdiklat.kemenag.go.id. Diakses pada tanggal 17 September 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jazakumullah khoiran