Jumat, 01 Agustus 2014

METODE IQRO’ DAN KEMANDIRIAN SANTRI

Main Sufanti
Pengasuh TPA Al-Hidayah Karang Tengah Kartasura
Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta

            Di era  tahun 70-an waktu saya kecil,  saya belajar membaca Al-Quran  di masjid di kampung saya dengan metode eja. Pembelajaran dimulai dengan membaca huruf-huruf hijaiyah yang diberi syakal. Ustadz/ustadzah   menuntun  para santri mengeja huruf-huruf tersebut  yang ditulis di papan tulis, kemudian  para santri menirukannya.  Maka terdengarlah suara nyaring: “alif fatkhah a, alif kasroh i, alif dhommah u , a i u. Bak fatkhah ba, bak kasroh bi, bak dhommah bu, ba bi bu. Tak fatkhah ta, tak kasroh ti, tak dhommah tu, ta ti tu” dan seterusnya sampai “ya, yi, yu”.  Ketika pelajaran sudah sampai pada tanwin, maka akan terdengar suara nyaring: “Alif fatkhah tanwin an, alif kasroh tanwin in, alif  dhommah tanwin un, an in un. Bak fatkhah tanwin ban, bak kasroh tanwin bin, bak dhommah tanwin bun, ban bin bun. Tak fatkhah tanwin tan, tak kasroh tanwin tin, tak dhommah tanwin tun, tan tin tun” dan seterusnya sampai “yan, yin, yun”.
            Metode eja semacam itu sangat lambat untuk mengantar para santri dapat lancar membaca Al-Quran. Sangat jarang santri yang belajar di masjid itu  yang bisa membaca Al-Quran  ketika lulus sekolah dasar, apalagi khatam Al-Quran.  Yang bisa membaca Al-Quran dengan lancar adalah mereka yang tekun dan terus menerus belajar walaupun sudah memasuki usia sekolah lanjutan. Begitu pula, mereka yang sering mengikuti acara tadarus yang diselenggarakan di masjid tersebut secara rutin.

Metode Iqro’
            Di era tahun 90-an, muncullah metode Iqro’ yang disusun oleh KH. As’ad Humam, dari Balai Litbang LPTQ Nasional, Team Tadarus “AMM’ Yogyakarta. Metode ini menggunakan  “Buku Iqro’ Cara  Cepat  Belajar membaca Al-Quran”.  Buku disusun terdiri 6 jilid, yang disusun dengan memperhatikan keruntutan berpikir yaitu dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang sederhana menuju yang kompleks, dan dari  huruf per huruf menuju huruf yang digandeng-gandeng.

            Buku ini dilengkapi dengan petunjuk pada setiap memulai jilid baru. Misalnya, petunjuk mengajar jilid I sebagai berikut. (1)  Sistem pembelajaran dengan : CBSA, guru sebagai penyimak saja; Privat: penyimakan langsung seorang demi seorang; dan asistensi: santri yang lebih tinggi jilidnya membantu menyimak santri lain. (2) Mengenai judul-judul, guru langsung memberi contoh bacaannya, tidak perlu banyak komentar. (3) Sekali huruf dibaca betul, jangan diulang. (4) Bila santri keliru membaca panjang-panjang dalam membaca huruf, maka guru memperingatkan. (5) Bila santri keliru membaca huruf, maka cukup dibetulkan yang keliru saja  dengan isyarah. (6) Bila belum dikuasai pelajaran I ini, jangan naik ke jilid berikutnya. (7) Bagi santri yang betul-betul telah menguasai boleh diloncat-loncat. (8) Untuk EBTA sebaiknya ditentukan guru pengujinya.
            Salah satu ciri khas pembelajaran dengan metode Iqro’ adalah privat yaitu pembelajaran dilaksanakan secara individu. TPA yang menerapkan metode ini ditandai oleh pelajaran yang berbeda-beda bagi setiap santri. Setiap santri membaca buku Iqro’ di hadapan ustadz/ ustadhah. Apabila satu halaman dari buku Iqro’ belum lancar, maka  diulang lagi,  dan  setelah lancar  baru dilanjutklan ke halaman berikutnya. Oleh karena itu, setiap santri belajar sesuai dengan tingkatan masing-masing.
            Metode iqro’ cukup efektif  membuat para santri  cepat mampu membaca Al-Quran. Dengan metode ini, tidak sedikit anak usia TK atau SD telah mampu membaca Al-Quran, bahkan khatam Al-Quran. Semua tergantung pada kemampuan, kelancaran, keseriusan, dan kerajinan masing-masing santri.

Kemandirian Santri
            Pembelajaran Iqro’ dengan sistem privat  berdampak positif pada kemandirian para santri.  Semua santri memiliki tugas membaca secara mandiri sesuai dengan kemajuan masing-masing. Capain masing-masing santri berbeda. Mereka tidak saling menggantungkan kepada teman lain. Mereka juga ikhlas menerima keberhasilan dan kegagalan masing-masing.
Karakter mandiri  seperti itu merupakan salah satu karakter  yang menjadi perhatian pemerintah agar dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. Mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang  lain dalam menyelesaikan tugas-tugas (Kemendikbud,2010:9).  Dengan karakter ini, seseorang akan selalu berani berbuat, berani  bertanggung jawab, dan berani menerima akibat dari perbuatannya.
Karakter mandiri juga sangat sesuai dengan kepribadian Islami.  Di dalam Q.S. Al Mudatsir (74) ayat 38 Allah berfirman: كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ  artinya “Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”.  Begitu pula pada Q.S. Al Mukminun  (23) ayat 62:     وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا Artinya: “Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya”.
Ayat-ayat tersebut  menjelaskan bahwa setiap manusia harus bertanggung jawab  atas semua perbuatannya secara mandiri. Namun, Allah juga maha tahu bahwa beban yang diberikan kepada setiap manusia sudah diukur sesuai dengan kemampuan masing-masing. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk mandiri dalam menyelesaikan persoalan dan pekerjaannya tanpa banyak tergantung pada orang lain.
Berdasarkan paparan di atas, dapatlah ditarik suatu simpulan bahwa TPA dengan metode Iqro’  telah mengantarkan para santri memiliki karakter mandiri. Karakter ini sesuai dengan program pemerintah dan kepribadian Islami. Oleh karena itu, mari kita dukung terus gerakan dakwah Islam melalui TPA.

Bacaan

Depag RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta.

Humam,As’ad.  2000. Buku Iqro’ Cara Cepat Belajar Membaca Al-Qur’an. Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ  Nasional, Team Tadarus “AMM”.

Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

jazakumullah khoiran