Main Sufanti
Pengasuh TPA Al-Hidayah
Karang Tengah Kartasura
Dosen Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Di
era tahun 70-an waktu saya kecil, saya belajar membaca Al-Quran di masjid di kampung saya dengan metode eja.
Pembelajaran dimulai dengan membaca huruf-huruf hijaiyah yang diberi syakal.
Ustadz/ustadzah menuntun para santri mengeja huruf-huruf tersebut yang ditulis di papan tulis, kemudian para santri menirukannya. Maka terdengarlah suara nyaring: “alif fatkhah a, alif kasroh i, alif dhommah
u , a i u. Bak fatkhah ba, bak kasroh bi, bak dhommah bu, ba bi bu. Tak fatkhah
ta, tak kasroh ti, tak dhommah tu, ta ti tu” dan seterusnya sampai “ya, yi, yu”. Ketika pelajaran sudah sampai pada tanwin,
maka akan terdengar suara nyaring: “Alif
fatkhah tanwin an, alif kasroh tanwin in, alif
dhommah tanwin un, an in un. Bak fatkhah tanwin ban, bak kasroh tanwin
bin, bak dhommah tanwin bun, ban bin bun. Tak fatkhah tanwin tan, tak kasroh
tanwin tin, tak dhommah tanwin tun, tan tin tun” dan seterusnya sampai “yan, yin, yun”.
Metode
eja semacam itu sangat lambat untuk mengantar para santri dapat lancar membaca
Al-Quran. Sangat jarang santri yang belajar di masjid itu yang bisa membaca Al-Quran ketika lulus sekolah dasar, apalagi khatam
Al-Quran. Yang bisa membaca Al-Quran
dengan lancar adalah mereka yang tekun dan terus menerus belajar walaupun sudah
memasuki usia sekolah lanjutan. Begitu pula, mereka yang sering mengikuti acara
tadarus yang diselenggarakan di masjid tersebut secara rutin.
Metode Iqro’
Di
era tahun 90-an, muncullah metode Iqro’ yang disusun oleh KH. As’ad Humam, dari
Balai Litbang LPTQ Nasional, Team Tadarus “AMM’ Yogyakarta. Metode ini
menggunakan “Buku Iqro’ Cara Cepat
Belajar membaca Al-Quran”. Buku
disusun terdiri 6 jilid, yang disusun dengan memperhatikan keruntutan berpikir
yaitu dari yang mudah menuju yang sulit, dari yang sederhana menuju yang
kompleks, dan dari huruf per huruf
menuju huruf yang digandeng-gandeng.
Buku
ini dilengkapi dengan petunjuk pada setiap memulai jilid baru. Misalnya,
petunjuk mengajar jilid I sebagai berikut. (1)
Sistem pembelajaran dengan : CBSA, guru sebagai penyimak saja; Privat:
penyimakan langsung seorang demi seorang; dan asistensi: santri yang lebih
tinggi jilidnya membantu menyimak santri lain. (2) Mengenai judul-judul, guru
langsung memberi contoh bacaannya, tidak perlu banyak komentar. (3) Sekali
huruf dibaca betul, jangan diulang. (4) Bila santri keliru membaca
panjang-panjang dalam membaca huruf, maka guru memperingatkan. (5) Bila santri
keliru membaca huruf, maka cukup dibetulkan yang keliru saja dengan isyarah. (6) Bila belum dikuasai
pelajaran I ini, jangan naik ke jilid berikutnya. (7) Bagi santri yang
betul-betul telah menguasai boleh diloncat-loncat. (8) Untuk EBTA sebaiknya
ditentukan guru pengujinya.
Salah
satu ciri khas pembelajaran dengan metode Iqro’ adalah privat yaitu pembelajaran dilaksanakan secara individu. TPA yang
menerapkan metode ini ditandai oleh pelajaran yang berbeda-beda bagi setiap
santri. Setiap santri membaca buku Iqro’ di hadapan ustadz/ ustadhah. Apabila
satu halaman dari buku Iqro’ belum lancar, maka diulang lagi,
dan setelah lancar baru dilanjutklan ke halaman berikutnya. Oleh
karena itu, setiap santri belajar sesuai dengan tingkatan masing-masing.
Metode
iqro’ cukup efektif membuat para santri cepat mampu membaca Al-Quran. Dengan metode ini,
tidak sedikit anak usia TK atau SD telah mampu membaca Al-Quran, bahkan khatam
Al-Quran. Semua tergantung pada kemampuan, kelancaran, keseriusan, dan
kerajinan masing-masing santri.
Kemandirian
Santri
Pembelajaran
Iqro’ dengan sistem privat berdampak
positif pada kemandirian para santri. Semua
santri memiliki tugas membaca secara mandiri sesuai dengan kemajuan
masing-masing. Capain masing-masing santri berbeda. Mereka tidak saling
menggantungkan kepada teman lain. Mereka juga ikhlas menerima keberhasilan dan
kegagalan masing-masing.
Karakter mandiri
seperti itu merupakan salah satu
karakter yang menjadi perhatian
pemerintah agar dimiliki oleh seluruh bangsa Indonesia. Mandiri adalah sikap
dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
(Kemendikbud,2010:9). Dengan karakter
ini, seseorang akan selalu berani berbuat, berani bertanggung jawab, dan berani menerima akibat
dari perbuatannya.
Karakter mandiri
juga sangat sesuai dengan kepribadian Islami. Di dalam Q.S. Al Mudatsir (74) ayat 38 Allah
berfirman: كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ artinya “Tiap-tiap
diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya”. Begitu pula pada Q.S. Al Mukminun (23) ayat 62: وَلَا نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا Artinya:
“Kami tiada membebani seseorang melainkan
menurut kesanggupannya”.
Ayat-ayat
tersebut menjelaskan bahwa setiap
manusia harus bertanggung jawab atas
semua perbuatannya secara mandiri. Namun, Allah juga maha tahu bahwa beban yang
diberikan kepada setiap manusia sudah diukur sesuai dengan kemampuan
masing-masing. Oleh karena itu, setiap manusia dituntut untuk mandiri dalam
menyelesaikan persoalan dan pekerjaannya tanpa banyak tergantung pada orang
lain.
Berdasarkan paparan
di atas, dapatlah ditarik suatu simpulan bahwa TPA dengan metode Iqro’ telah mengantarkan para santri memiliki
karakter mandiri. Karakter ini sesuai dengan program pemerintah dan kepribadian
Islami. Oleh karena itu, mari kita dukung terus gerakan dakwah Islam melalui
TPA.
Bacaan
Depag
RI. 1984. Al-Quran dan Terjemahannya. Jakarta.
Humam,As’ad.
2000. Buku Iqro’ Cara Cepat Belajar
Membaca Al-Qur’an. Yogyakarta: Balai Litbang LPTQ Nasional, Team Tadarus “AMM”.
Kemendiknas.
2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter bangsa. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
jazakumullah khoiran